Proyek Jalan Lombongan–Patabeang Disorot: Dugaan Pengabaian K3 Menguat, Publik Nilai Pengawasan Pemerintah dan DPRD Mandul

Majene, Sulawesi Barat — Proyek peningkatan jalan pada ruas Lombongan–Patabeang di Desa Tallambalao, Kecamatan Tammerodo, Kabupaten Majene, tengah menjadi pusat kritik tajam masyarakat. Dengan nilai anggaran Rp 985.369.777,00, pekerjaan rabat beton tersebut justru memantik dugaan kuat adanya pengabaian serius terhadap Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK), terutama terkait penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Jaringan Jurnalisme Anti Korupsi menemukan aktivitas pengecoran sepanjang sekitar 200 meter yang diduga dilakukan tanpa penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Temuan ini dianggap sebagai bentuk kelalaian yang tidak bisa ditoleransi, mengingat pekerjaan konstruksi tanpa APD dapat menimbulkan risiko kecelakaan fatal.

“Proyek hampir satu miliar tapi keselamatan pekerja diabaikan. Jangan tunggu ada korban baru semua panik,” tegas seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan.

Seorang pengamat konstruksi lokal juga menyoroti keras persoalan ini. Ia menyebut bahwa kelalaian terhadap K3 adalah “bom waktu” yang sewaktu-waktu dapat meledak. “Ini bukan sekadar urusan teknis. Jika pekerja celaka, itu sudah masuk kategori kelalaian fatal. Bukan musibah alam, tapi kelalaian manusia,” ujarnya.

Proyek tersebut dikerjakan oleh CV. Wisma Rio, sedangkan CV. Bambu Karya Consultant bertindak sebagai konsultan pengawas. Berdasarkan kontrak bernomor 600.1.8/102/2025, pekerjaan dijadwalkan selesai dalam 75 hari kalender dengan pendanaan bersumber dari PKB, yaitu kontribusi masyarakat melalui pajak.

Saat dimintai tanggapan, pihak konsultan pengawas menyatakan telah memberi teguran kepada kontraktor. Namun, masyarakat menilai pernyataan tersebut tidak cukup dan dianggap hanya reaksi setelah persoalan terlanjur mencuat ke publik. Warga menilai pengawasan semestinya aktif, ketat, dan berlangsung sejak hari pertama pekerjaan dimulai.

Desakan kini mengarah kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Barat selaku PPK untuk segera turun langsung memastikan pelaksanaan proyek sesuai standar. Banyak warga menilai PPK terlalu pasif, sehingga berbagai potensi pelanggaran luput dari pengawasan.

Baca Juga :  CV Tempuran Konstruksi Sampaikan Klarifikasi atas Sorotan Publik Terkait Proyek NICU dan PICU RSUD Majene

Tidak hanya itu, kritik keras juga disampaikan kepada DPRD Sulawesi Barat. Masyarakat menilai para wakil rakyat seolah “tutup mata” terhadap persoalan ini, padahal fungsi pengawasan melekat pada tugas mereka.

“Para wakil rakyat hanya duduk di gedung, sementara di lapangan proyek yang dibiayai uang masyarakat dikerjakan sembarangan,” ujar warga lainnya.

Jika dalam pemeriksaan nanti ditemukan indikasi pelanggaran serius, sejumlah pihak mendorong Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat untuk mengambil peran supervisi dan penegakan hukum.

Masyarakat menegaskan bahwa proyek infrastruktur tidak boleh hanya mengejar pencapaian fisik semata. Keselamatan pekerja, mutu pekerjaan, dan transparansi penggunaan anggaran harus menjadi fondasi utama.

Bagikan ke :

Tinggalkan Balasan