JAKARTA, 28 Juli 2025 — Pemerintah resmi memperpanjang insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% untuk pembelian rumah hingga akhir 2025. Keputusan ini dipandang sebagai angin segar bagi sektor properti nasional yang tengah mengalami kelesuan.
Sebelumnya, insentif PPN DTP 100% hanya berlaku hingga Juni 2025. Namun, melalui rapat koordinasi terbatas yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Jumat (25/7/2025), pemerintah memutuskan untuk melanjutkan kebijakan tersebut hingga 31 Desember 2025.
“Terkait fasilitas PPN DTP untuk properti yang seharusnya semester dua itu 50%, tadi disepakati untuk tetap 100%,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di kantornya.
Insentif ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025 dan berlaku untuk pembelian rumah tapak maupun rumah susun dengan harga jual maksimal Rp5 miliar. Namun, pembebasan PPN 100% hanya diberikan untuk pembelian hunian seharga maksimal Rp2 miliar. Sementara itu, pembelian rumah dengan harga di atas Rp2 miliar tetap dikenakan PPN untuk selisihnya.
Langkah ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan multiplier effect, serta membuka lebih banyak lapangan kerja pada semester II/2025.
Respon positif datang dari pelaku industri properti. Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himpera), Ari Tri Priyono, menyambut baik kebijakan ini. Ia juga mengapresiasi keputusan pemerintah yang menambah kuota rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit.
“Kami bersyukur Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memerhatikan kebutuhan rakyat, terutama dalam hal pemenuhan papan,” kata Ari dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
Dana tambahan sebesar Rp35,2 triliun untuk FLPP berasal dari Bendahara Umum Negara dan tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235 Tahun 2025.
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) juga mengapresiasi kebijakan ini. Ketua Umum Apersi, Djunaidi Abdillah, bahkan mengusulkan agar kebijakan pembebasan PPN bisa diberlakukan selama satu tahun penuh untuk menjamin kepastian bisnis para pengembang. Ia menilai, rumah komersial yang ready stock membutuhkan waktu pembangunan sekitar enam bulan.
Dari sisi pengamat, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai insentif ini sangat membantu pertumbuhan permintaan rumah kecil, khususnya dari kalangan kelas menengah.
“Jika syaratnya seperti sebelumnya, maksimal harga Rp2 miliar, maka insentif ini bisa sangat membantu sektor properti, terutama rumah kecil yang masih banyak diminati,” ujarnya.
Meski demikian, Faisal menegaskan bahwa dampak insentif PPN DTP tidak bisa disamakan dengan subsidi seperti diskon tarif listrik yang cakupannya lebih luas. “PPN DTP hanya menyasar masyarakat yang siap membeli rumah, berbeda dengan diskon listrik yang bisa dinikmati masyarakat luas,” tambahnya.
Dengan perpanjangan insentif dan tambahan kuota subsidi, sektor properti diproyeksikan akan kembali bergairah di paruh kedua 2025, terutama pada segmen rumah tapak kecil.