MAKASSAR,MENITSULBAR.NEWS —Aroma penyalahgunaan BBM solar bersubsidi di Sulawesi Selatan kembali menyeruak. Dua kapal jenis SPOB (Self Propelled Oil Barge) bernama Senia dan Resky, yang disebut milik H Daha (Ahda), diduga kuat terlibat dalam praktek penyaluran ilegal solar subsidi milik masyarakat Sulsel ke Kalimantan Selatan.
Aktivitas itu berlangsung selama beberapa hari terakhir, beroperasi di perairan sekitar Pelabuhan Galangan Kapal Makassar hingga Pulau Samalona, dengan pola distribusi yang sistematis dan melibatkan sejumlah pihak.
Dari hasil penelusuran tim investigasi lapangan, dua unit kapal SPOB milik H Daha, yakni SPOB Senia dan SPOB Resky, diketahui melakukan pengisian di Pelabuhan Galangan Makassar. Bahan bakar tersebut diperoleh dari penimbun dan pengoplos solar subsidi yang tidak memiliki izin resmi distribusi.
Usai terisi penuh, kedua kapal itu disebut menyalurkan solar subsidi tersebut ke kapal berukuran besar asal Kalimantan Selatan, yakni SPOB Herlin (milik Erwin) dan SPOB Duta Pertiwi (milik Rusli, pengusaha batu bara asal Kalsel). Kapal-kapal besar itu diketahui menunggu di sekitar Pulau Samalona, dengan kapasitas tangki mencapai 500 kiloliter (KL).
Transaksi dilakukan di laut terbuka. Solar subsidi yang seharusnya untuk masyarakat Sulsel justru dikirim ke luar provinsi untuk kepentingan industri batu bara,” ungkap salah satu sumber internal di lokasi, Jumat (10/10/2025).
Menariknya, ketika tim mencoba mengonfirmasi kepada salah satu pihak yang disebut terlibat, seorang oknum anggota intel TNI devisi, berinisial HK, secara terang mengakui bahwa dirinya memiliki kontrak kapal tersebut. Ia menyebut H Daha (Ahda) hanyalah mitra divisinya.
Bahkan HK menuding seorang rekannya sesama aparat, berinisial Has, yang juga terlibat dalam grup PT Bintang Terang milik Akr, disebut kerabat dekat salah satu Kerabat Wakapolda Sulteng.Rangkaian keterlibatan nama-nama ini memperkuat dugaan bahwa jaringan ini tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki “pelindung berlapis” dari dalam institusi negara.
Menanggapi temuan ini, Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi), Salim Djati Mamma, mengecam keras lemahnya pengawasan negara terhadap distribusi BBM bersubsidi di Sulsel.
“Ini bukan sekadar penyelewengan solar, ini perampokan anggaran subsidi rakyat. Kalau benar ada keterlibatan oknum aparat, Polda Sulsel dan Kapolri harus tegas. Karena ini kejahatan berlapis yang merugikan rakyat kecil,” tegas Salim Djati Mamma di Makassar, Jumat (10/10/2025).Bung Salim menilai, setiap liter solar subsidi yang diselewengkan adalah uang rakyat yang dicuri dari nelayan, petani, dan masyarakat miskin.
Negara setiap tahun menggelontorkan triliunan rupiah untuk subsidi BBM agar rakyat kecil bisa bertahan. Tapi kalau disalurkan ke industri besar dengan perlindungan aparat, berarti kita sedang membiarkan negara dirampok dari dalam,” ujarnya.
Menurut Ketua Umum Perjosi itu, jika dihitung dari selisih harga subsidi dan non-subsidi, serta volume distribusi yang bocor, maka potensi kerugian negara di Sulawesi Selatan bisa mencapai triliunan rupiah per tahun.
Keadilan hanya bisa tegak kalau hukum tidak dijadikan perisai bagi pelaku kejahatan ekonomi. Saya tegaskan, Presiden Prabowo harus memastikan TNI dan Polri benar-benar bersih dalam kasus ini. Tidak boleh ada kompromi terhadap mafia subsidi,” tegasnya.
Pihak Terduga Ahda saat dikonfimasi Bungkam, PT SKS Tegaskan Pemutusan Hubungan
Saat dihubungi Awak Media, H Daha alias Ahda tidak memberikan tanggapan, saat dikonfirmasi. Nomor yang dihubungi bahkan memblokir kontak tim investigasi
Sementara itu, Direktur Utama PT SKS, Nur Ari Priatmoko, menegaskan bahwa pihaknya tidak lagi memiliki hubungan kerja sama dengan H Daha.
Dia sudah tidak bergabung, bahkan sudah dipecat. Kami tidak pernah memberikan izin pembelian BBM mengatasnamakan PT SKS di wilayah Sulsel,” ujarnya kepada redaksi.
Akibat ulah jaringan ini, masyarakat di sejumlah wilayah Sulsel kini harus mengantre panjang di SPBU untuk mendapatkan jatah solar bersubsidi. Banyak nelayan mengaku tak lagi bisa melaut karena stok di SPBU cepat habis. Kelangkaan ini diperparah oleh mobil-mobil truk, boks serta mobil modifikasi, yang diduga dikuasai jaringan penimbun dan mengalihkan pasokan ke luar provinsi.(tim)